Pengolahan Limbah Karet Dengan Fitoremidiasi Menggunakan Tanaman Typha angustifolia
I. Pendahuluan
Pesatnya perkembangan industri yang ada semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Hal ini memberikan dampak besar terhadap lingkungan yaitu pencemaran air, udara, dan tanah akibat limbah yang dihasilkan. Salah satu industri yang menjadi fokus pembahasan adalah industri karet PT. Hok Tong, Siantan yang menyebabkan pencemaran air akibat limbah cair yang dihasilkan. Menurut penelitian Sarengat (2015), industri karet menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi BOD5 94-9433 mg/l, COD 120-15069 mg/l dan TSS 30-525 mg/l. Limbah cair tersebut jika dibuang ke lingkungan akan mencemari lingkungan karena kandungan zat pencemar limbah cair karet berada diatas baku mutu.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, batas maksimum zat pencemar industri karet adalah BOD5 100 mg/l,COD 250 mg/l, TSS 100 mg/l dan pH 6-9.Akibat tingginya kandungan BOD5, COD, dan TSS yang dihasilkan dalam industri karet ini, maka perlu adanya pengolahan terlebih dahulu agar nantinya limbah yang dibuang tidak lagi mencemari. Metode yang digunakan untuk pengolahan limbah karet dengan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk memperbaiki, mengurangi, ataupun memulihkan lahan tercemar berbagai polutan (Irawanto, 2010). Dalam hal ini digunakan tanaman Typha angustifolia karena selain efektif dalam mereduksi limbah cair juga mempunyai daya tahan yang cukup kuat dan tidak mudah mati (Hidayah dan Wahyu, 2010).
Tahapan pelaksanaan metode fitoremediasi dengan tanaman Typha angustifolia antara lain :
1. Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah karet PT. Hok Tong Siantan, tanaman Typha angustifolia dengan berat 4 Kg/Rumpun dan 2 buah bak reaktor batch berbahan kaca dengan ukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm,gate valve (stop kran) dan pipa 1 inci.
2. Perlakuan awal
Pertama adalah pembuatan 2 buah bak reaktor constructed wetland dengan model aliran surface wetland menggunakan tanaman Typha angustifolia berdasarkan jumlah daun, batang, dan tinggi tanaman yang sama dengan berat 4 Kg yang akarnya telah dibersihkan dengan air.
3. Aklimatisasi Tanaman
Dalam tahap ini dipilih Typha angustifolia yang saling berdekatan. Setelah itu tanaman Typha angustifolia diseleksi, dicuci dengan air sumur sampai bersih untuk menghilangkan kotoran dalam akar tanaman. Tanaman diaklimatisasi dengan cara ditanam pada bak reaktor yang berisi tanah, pasir dan kerikil ± selama 1 minggu. Tujuan pemeliharaan tanaman Typha angustifolia untuk menstabilkan dan menyesuaikan keadaan lingkungan wetland untuk memulai proses biofilter (Muhajir, 2013).
4. Prosedur Penelitian
Sistem aliran yang digunakan adalah sistem aliran bawah permukaan (Sub Surface Flow Constructed Wetland) dengan merancang bak reaktor dengan panjang 60 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm (Hidayah dan Wahyu, 2010). Bak Reaktor diisi dengan tanaman Typha angustifolia dengan berat 4 kg menurut penelitian Muhajir (2013) dan jarak tiap tanaman 15 cm berdasarkan penelitian Hidayah dan Wahyu (2010). Selanjutnya, limbah industri karet dialirkan ke masing-masing bak reaktor constructed wetland untuk diuji kadar BOD, COD,TSS sebelum perlakuan. Pengujian limbah karet dilakukan terhadap variabel waktu detensi setelah 8 hari proses adaptasi tanaman dengan limbah, yaitu pada hari ke-9, hari ke-12 dan hari ke-15 (Suwondo, dkk, 2014).
5. Analisa Data
Fungsi kecepatan tanaman Typha angustifolia dalam mereduksi pencemar dalam limbah karet (BOD, COD, TSS, dan pH) dapat diketahui setelah melakukan penelitian dan memperoleh datanya. Efisiensi penyisihan zat pencemar dapat diketahui dari perhitungan persentase penyisihan zat pencemar dengan menggunakan rumus :
II. Pembahasan
Kualitas limbah cair industri karet PT. Hok Tong, Siantan sebelum menerapkan
pengolahan limbah dengan metode fitoremediasi diperoleh hasil BOD 508,47 mg/L, COD 5009,5 mg/L, dan TSS 806 mg/L.
Berdasarkan hasil di atas, kualitas limbah karet tidak layak jika langsung dibuang ke perairan karena nilai BOD, COD, dan TSS berada di atas baku mutu. dimana seharusnya sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, batas maksimum zat pencemar industri karet adalah BOD5 100 mg/l, COD 250 mg/l, dan TSS 100 mg/l.
A. BOD
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988;Metcalf & Eddy, 1991).
Berdasarkan hasil pengujian kandungan BOD pada limbah Karet yang diolah menggunakan Tanaman Typha angustifolia pada lahan basah buatan (constructed wetland) selama 15 hari, menunjukan bahwa semakin lama waktu penanaman semakin besar penurunan kadar BOD. Semakin lama waktu kontak antara air limbah dengan biomassa maka proses degradasi bahan pencemar organik dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja reaktor akan semakin baik dan konsentrasi efluen yang dihasilkan juga semakin rendah. Akar tanaman Thypa angustifolia yang panjang dan lebat dapat menjangkau area yang lebih dalam dan luas sehingga dapat lebih banyak menyerap nutrien seperti phospat dan nitrogen dalam tanah serta mentransfer oksigen ke dalam dasar media dan memungkinkan mikroorganisme tumbuh di sekitar perakaran (zona rhizosphere). Kondisi zona rhizosphere yang kaya akan oksigen, menyebabkan terjadinya perkembangan bakteri aerob di zona tersebut.
Adanya proses aklimatisasi tanaman pada awal percobaan, akan memberikan
kesempatan pada bakteri yang terdapat rhizosphere untuk tumbuh dan beradaptasi, sehingga lag phase akan terjadi saat proses aklimatisasi tersebut. Dengan demikian maka pada awal penelitian, pertumbuhan bakteri telah mencapai fase pertumbuhan eksponensial (Exponential growth phase). Kondisi tersebut yang dapat menjelaskan bahwa penurunan BOD pada hari ke-9 penelitian terjadi penurunan yang tajam mencapai 70%. Sedangkan hari pada hari-hari berikutnya sampai hari ke-15 penurunan hanya bertambah 20% dan bakteri diperkirakan telah memasuki fase bertahan (Stasionary Phase). Hari ke-15 nilai BOD limbah karet telah memenuhi baku mutu.
Pengolahan limbah karet dalam penelitian ini, persentase reduksi tertinggi terjadi pada hari ke 15 yaitu mencapai 90,00% dengan nilai BOD 59,31 mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014, limbah karet parameter BOD telah mencapai baku mutu.
B. COD
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990).
Penurunan konsentrasi COD disebabkan oleh adanya mekanisme aktivitas tanaman dan mikroorganisme. Mikroorganisme yang hidup dalam limbah cair karet akan mendapat suplai oksigen yang berasal dari tanaman di zona rhizosphere. Kondisi zona rhizosphere yang kaya oksigen dapat menyebabkan perkembangan bakteri aerob di zona tersebut semakin pesat. Sehingga dengan meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme akan mempercepat proses penguraian konsentrasi COD. Selain itu, penurunan konsentrasi COD juga disebabkan karena adanya waktu detensi yang menyebabkan bahan padatan mulai mengendap sehingga bahan buangan di air limbah menjadi berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian, pada hari ke-9 penurunan konsentrasi COD baru
mencapai 4.94 %, artinya proses pertumbuhan mikroorganisme masih sangat rendah di minggu pertama penelitian. Setelah hari ke-9 hingga hari ke-12, laju pertumbuhan mikroorganisme semakin mencapai puncaknya dan penguraian bahan organik semakin besar. Pada hari ke-12 terjadi penurunan COD hingga 77.76% dengan nilai 1114.25 mg/L. Kemudian dari hari ke-12 hingga hari ke-15, pertumbuhan mikroorganisme kembali meningkat dan konsentrasi COD semakin mengalami penurunan mencapai 90.15% dengan nilai 493.3 mg/L. Dari hasil pengujian menunjukan bahwa kadar COD mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu mencapai 90,30% dari kadar limbah awal sebesar 5009,5 mg/L menjadi 493,3 mg/L pada hari ke-15.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2014, kadar paling tinggi untuk lateks kering sebesar 250 mg/L sedangkan untuk karet bentuk kering sebesar 200 mg/L. Nilai penurunan COD pada penelitian tersebut masih berada di atas baku mutu lingkungan sehingga limbah karet harus dilakukan pengolahan lanjutan. Salah satu cara untuk menurunkan COD dapat dilakukan dengan biosand filter yang merupakan pengembangan dari slow sand filter, dapat menghilangkan bakteri patogen melalui proses yang sama dengan saringan pasir lambat, yaitu dengan cara melewati pasir dalam filter.
C. TSS
TSS atau total suspended solid merupakan tempat terjadinya reaksi - reaksi heterogen , yang fungsinya sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Abdi,2017). Konsentrasi TSS yang tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesis tumbuhan air
sehingga oksigen yang dilepaskan tumbuhan menjadi berkurang dan mengakibatkan ikan - ikan mati serta kualitas air menjadi turun. Kisaran TSS dapat menunjukkan kondisi sedimentasi suatu perairan. Perairan yang memiliki konsentrasi TSS yang tinggi cenderung mengalami sedimentasi yang tinggi.
Limbah karet yang diolah menggunakan tanaman Typha Angustifolia pada lahan basah buatan mengalami penurunan yang signifikan. Sebelum diolah, kandungan TSS pada limbah karet awalnya sebesar 806 mg/L. Berdasarkan hasil penelitian, pada hari ke -9 kandungan TSS turun 27,23 % menjadi 586,8 mg/L. Pada hari ke -12 turun 85, 98% menjadi 113 mg/L. pada hari ke-15 kadar TSS turun kembali 94,42% menjadi 45 mg/L. Baku mutu kandungan TSS untuk limbah karet yang ditetapkan oleh
pemerintah yaitu 100 mg/L. Sehingga setelah diolah menggunakan tanaman Typha Angustifolia, kadar TSS pada limbah karet sudah berada di bawah baku mutu.
Tanaman typha Angustifolia dapat menurunkan kadar TSS karena memiliki akar serabut yang dapat menjadi tempat menempelnya koloid yang melayang di air. Semakin banyak biomassa tanaman, maka semakin banyak koloid yang dapat
menempel pada akar tanaman tersebut dan penurunan semakin meningkat. Proses filtrasi dan sedimentasi terjadi pada lahan basah buatan, sehingga material -material bahan organik akan berkurang.
D. Keefektifan
Berikut ini adalah tabel hasil penelitian yang dilakukan :
Berdasarkan ketiga tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai BOD setelah dilakukan metode tersebut pada hari ke-15 adalah 50,84 mg/L dari semulanya 508,47 mg/L, hal itu menunjukkan pengurangan sebanyak 90% dari nilai BOD awal. Nilai COD setelah dilakukan metode tersebut pada hari ke-15 adalah 493,3 mg/L dari semulanya 5009,5 mg/L, hal itu menunjukkan pengurangan sebanyak 90,15% dari nilai COD awal. Nilai TSS setelah dilakukan metode tersebut pada hari ke-15 adalah 45 mg/L dari semulanya 806 mg/L, hal itu menunjukkan pengurangan sebanyak 94,42% dari nilai TSS awal.
Nilai ambang batas untuk limbah karet untuk parameter BOD adalah 100 mg/L, untuk parameter COD adalah 250 mg/L dan untuk parameter TSS adalah 100 mg/L. Sehingga untuk parameter BOD dan TSS sudah di bawah ambang batas dari baku mutu, sedangkan parameter COD belum memenuhi standar baku mutu.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa metode tersebut cukupefektif dalam mengolah limbah karet, akan tetapi tetapi masih diperlukan metode lanjutan untuk mengolah limbah agar nilai COD pada limbah karet tersebut dapat di bawah standar baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu cara untuk menurunkan COD dapat dilakukan dengan biosand filter yang merupakan
pengembangan dari slow sand filter, dapat menghilangkan bakteri patogen melalui proses yang sama dengan saringan pasir lambat, yaitu dengan cara melewati pasir dalam filter.
III. Diskusi
1. Pertanyaan dari Nova Dwi L_K3318055_Kelompok 7
Bagaimanakah proses fitoremediasi? Bagaimanakah bentuk tanaman Typha angustrifolia dan ketersediaanya di Indonesia? Tumbuhan yang sering digunakan pada fitoremediasi?
Jawab :
a. Proses fitoremediasi
1. Tahapan proses fitoremediasi
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya:
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga Hyperacumulation
b. Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl, Ukraina.
c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plentedassisted bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
e. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang. Tumbuhan thypa angustrifolia
2. Pembuatan media
Sistem aliran yang digunakan dalam penelitian pengolahan limbah karet menggunakan tanaman Typha angustifolia adalah sistem aliran bawah permukaan (Sub Surface Flow Constructed Wetland). Bak reaktor dirancang dengan panjang 60 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm (Hidayah dan Wahyu, 2010). Bak Reaktor diisi dengan tanaman Typha angustifolia dengan berat 4 kg dan jarak tiap tanaman 15 cm. Pemilihan berat tanaman didasarkan pada penelitian Muhajir (2013). Sedangkan pemilihan jarak 15 cm, berdasarkan dari penelitian Hidayah dan Wahyu (2010). Pada bak reaktor terdapat media tanam yang terdiri dari kerikil dan lumpur.
Selanjutnya, limbah industri karet dialirkan ke masing-masing bak reaktor constructed wetland dengan model aliran sub surface wetland. Limbah karet diuji kadar BOD, COD, TSS dan pH sebelum perlakuan. Pengujian limbah karet dilakukan terhadap variabel waktu detensi setelah 8 hari proses adaptasi tanaman dengan limbah, yaitu pada hari ke-9, hari ke-12 dan hari ke-15 (Suwondo, dkk, 2014). Bak reaktor akan menampung limbah karet dengan volume 0,054 m3 atau 54 liter selama pengujian. Selama pengujian, bak reaktor limbah karet ditempatkan di halaman Laboratorium Teknik lingkungan Universitas Tanjungpura yang memiliki kanopi untuk mencegah masuknya air hujan, sehingga selama pengujian kualitas dan kuantitas limbah karet tetap terjaga.
b. Ketersediaan Typha angustrifolia
Lembang atau embet (Typha angustifolia L.) adalah sejenis tumbuhan serupa rumput besar yang menghuni rawa-rawa, terutama dekat pantai namun juga di pegunungan. Tanaman ini umum dijumpai, tetapi sering melimpah secara lokal saja. Tanaman lembang banyak ditemui di Bawean, Madura, dan Karimunjawa.
Tanaman Typha angustrifolia
Lembang atau embet (Typha angustifolia L.) adalah jenis tumbuhan serupa rumput besar yang menghuni rawa-rawa, terutama dekat pantai namun juga di pegunungan. Ia dikenal dengan nama-nama daerah seperti lèmbang.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Plantae
Ordo : Poales
Famili : Typhaceae
Genus : Typha
Spesies : Typha angustifolia
c. Tumbuhan untuk fitoremediasi
Selain tanaman typha angustifolia, beberapa tumbuhan yang dapat digunakan untuk fitoremidiasi antara lain anturium merah/kuning, alamanda kuning/ungu, akar wangi, bambu air, cana presiden merah/kuning/putih, dahlia, dracenia merah/ hijau, heleconia kuning/ merah, jaka, keladi loreng/sente/ hitam, kenyeri merah/putih, lotus kuning/merah, onje merah, pacing merah/putih, padi-padian, papirus, pisang mas, ponaderia, sempol merah/putih, spider lili, dan lain-lain.
2. Pertanyaan dari Refisan
Fitoremidiasi itu bentuknya seperti apa? Mengapa pada pengolahan limbah karet digunakan metode fitoremidiasi, sehingga bisa digunakan untuk analisis BOD, COD, dan TSS? Mohon maaf, mekanisme pada fitoremidiasi
Jawab :
a. untuk bentuk fitoremidiasi dan mekanisme nya, sudah terjawab pada diskusi nomor 1.
b. Alasan fitoremediasi bisa digunakan untuk mengolah limbah
Pada dasarnya proses yang terjadi pada wetland ini sangat alami artinya microorganisme dan tanaman membetuk ecosystem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan yang masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi terhadap zat dan kadar pencemararan sangat baik, berbeda dengan misalnya fakultatif pond proses akan rusak (invalid) jika ada B 3 yang masuk atau jika jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20 % akan terbentuk algae bloom.
3. Pertanyaan dari Ibu Nurma
a. Apakah terjadi kesamaan penurunan pada BOD dan COD? Jika terjadi kesamaan penurunan, pada hari ke berapakah penurunan tersebut terjadi?
b. Saat pengendapan atau sedimentasi sudah mencapai tingkat kejenuhan, biasanya akan terjadi elusi atau peningkatan kembali. Dalam fitoremidiasi ini langkah apa yang dilakukan saat sudah jenuh?
Jawab :
a. Terjadi penurunan yang hampir sama pada BOD dan COD pada hari ke-15 dimana hari ke-15 merupakan hari terakhir penelitian yaitu sebesar 90% pada BOD dan 90,30% pada COD.
b. Salah satu penanganan tanaman yang telah digunakan untuk fitoremidiasi saat sudah mengalami kejenuhan yaitu dengan recovery atau pengambilan kembali logam - logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi (contohnya emas). Namun jika logam yang diserap tidak memiliki nilai ekonomi tinggi, maka tanaman itu dapat dibakar pada suhu tinggi dan kemungkinan diperoleh energi. Cara lain yang dapat dilakukan terhadap biomassa yang berikatan dengan logam berat adalah dengan dibakar menggunakan insenerator.
IV. Daftar Pustaka
Abdi, Bambang, dkk. (2017). Studi Distribusi Total Suspended Solid (TSS) di
Perairan Pantai Kabupaten Demak Menggunakan Citra Landsat. Jurnal Geodesi Undip. Vol (6) , No 1
Boyd, C.E. (1990). Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama.
Irawanto, Rony. (2010). Fitoremediasi Lingkungan dalam Taman Bali. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, LIPI.
Metcalf & Eddy, Inc. (1991). Wastewater Engineering: treatment, disposal, reuse.3rd ed. (Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGraw-Hill,Inc. New York, Singapore.
Nasrullah, Syarif. dkk. (2017). Pengolahan Limbah Karet Dengan Fitoremidiasi Menggunakan Tanaman Typha angustifolia. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah.Vol 5 No.1
Umaly, R.C. dan Ma L.A. Cuvin. (1988). Limnology: Laboratory and field guide,Physico-chemical factors, Biological factors. National Book Store,Inc. Publishers. Metro Manila.